MY VISITOR'S

free counters

Jumat, 29 Oktober 2010

RANGKUMAN PKN BAB 2


KONSTITUSI YANG PERNAH
DIGUNAKAN DI INDONESIA



Seorang pemikir Romawi kuno yang bernama Cicero (106 – 43 SM) pernah
menyatakan “Ubi societas ibi ius”, yang berarti “di mana ada masyarakat di situ ada
hukum”. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa di manapun dalam kehidupan
kelompok manusia senantiasa terdapat aturan yang mengikat warganya.


Lebih-lebih dalam kehidupan bernegara. Dalam negara terdapat kumpulan
manusia yang sedemikian banyak dan sedemikian luas permasalahannya. Namun
demikian kehidupan bernegara akan tertib jika ada aturan yang ditaati dan
dijalankan oleh segenap warganya. Aturan tertinggi dalam negara itu adalah
konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD).




A. KONSTITUSI-KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU
DI INDONESIA
Sebelum membahas tentang konstitusi-konstitusi
yang pernah berlaku di Indonesia, perlu kalian ketahui
terlebih dahulu pengertian, fungsi, dan kedudukan konstitusi. Pemahaman terhadap hal ini sangat perlu mengingat pentingnya konstitusi dalam mengatur kehidupan
bernegara.


Apakah konstitusi itu? Cobalah kalian lihat dalam
kamus Bahasa Inggris-Indonesia. Konstitusi (constitution) diartikan dengan undang-undang dasar. Benarkah
pengertian konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar
(UUD)? Memang, tidak sedikit para ahli yang mengidentikkan konstitusi dengan UUD. Namun beberapa ahli yang
lain mengatakan bahwa arti konstitusi yang lebih tepat
adalah hukum dasar.


Menurut Kusnardi dan Ibrahim (1983), UUD merupakan konstitusi yang tertulis. Selain konstitusi yang
tertulis, terdapat pula konstitusi yang tidak tertulis atau
disebut konvensi. Konvensi adalah kebiasaan-kebiasaan
yang timbul dan terpelihara dalam praktik ketatanegaraan.
Meskipun tidak tertulis, konvensi mempunyai kekuatan
hukum yang kuat dalam ketatanegaraan. Dalam uraian
bab ini, konstitusi yang dimaksudkan adalah konstitusi
yang tertulis atau Undang-Undang Dasar.




Konstitusi atau Undang-Undang Dasar berisi ketentuan yang mengatur hal-hal yang mendasar dalam
bernegara. Hal-hal yang mendasar itu misalnya tentang
batas-batas kekuasaan penyelenggara pemerintahan negara, hak-hak dan kewajiban warga negara dan lain-lain.
Menurut Sri Soemantri (1987), suatu konstitusi biasanya
memuat atau mengatur hal-hal pokok sebagai berikut.


1. jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga
negara


2. susunan ketatanegaraan suatu negara


3. pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan


Konstitusi yang memuat seperangkat ketentuan atau
aturan dasar suatu negara tersebut mempunyai fungsi
yang sangat penting dalam suatu negara. Mengapa? Sebab, konstitusi menjadi pegangan dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara. Dengan kata lain, penyelenggaraan
negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak bertentangan dengan konstitusi negara itu. Dengan adanya
pembatasan kekuasaan yang diatur dalam konstitusi,
maka pemerintah tidak boleh menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang.
Sebagai aturan dasar dalam negara, maka Undang-
Undang Dasar mempunyai kedudukan tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Artinya semua
jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia kedudukannya di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, yakni UUD 1945. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah Undang-Undang/Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Hal ini dapat
lebih kalian dalami dalam pembahasan bab berikutnya.


Sudahkah kalian merumuskan pengertian konstitusi? Jika sudah, coba bandingkan pendapat kalian dengan
pendapat beberapa ahli di bawah ini.


• Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari
badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara
kerja badan-badan tersebut (E.C.S.Wade dan G.Philips, 1970).
• Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa
kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk dan mengatur atau memerintah
dalam pemerintahan suatu negara (K.C.Wheare, 1975).
• Konstitusi adalah sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan pemerintah-
an, hak-hak dari yang diperintah, dan hubungan antara pemerintah dengan yang
diperintah (C.F. Strong, 1960).
Sekarang, marilah kita kaji konstitusi atau UUD yang pernah berlaku dan masih berlaku di Indonesia! Materi ini
perlu dipahami agar kalian mampu menjelaskan berbagai
UUD yang pernah berlaku serta di-namika ketatanegaraan
di negara kita.


Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di negara Indonesia pernah menggunakan tiga
macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan
UUD Sementara 1950. Dilihat dari periodesasi berlakunya
ketiga UUD tersebut, dapat diuraikan menjadi lima periode yaitu:


1. 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
berlaku UUD 1945,


2. 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
berlaku Konstitusi RIS 1949,


3. 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
berlaku UUD Sementara 1950,


4. 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
berlaku kembali UUD 1945


5. 19 Oktober 1999 - sekarang
berlaku UUD 1945 (hasil perubahan).


1. UUD 1945 periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki
konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya
tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah
satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Mengapa UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD
1945? Sebab, pada saat itu MPR belum terbentuk.


Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia
No. 7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga
bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan.
Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16
bab yang terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan
Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan.


Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 saat itu? Ada beberapa hal yang perlu kalian ketahui,
antara lain tentang bentuk negara, kedaulatan, dan sistem
pemerintahan.


Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat


(1) UUD 1945 yang menyatakan “negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai negara
Pendidikan Kewarganegaraan SMP Kelas VIII
kesatuan, maka di negara Republik Indonesia hanya ada
satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan
pemerintah pusat. Di sini tidak ada pemerintah negara bagian sebagaimana yang berlaku di negara yang berbentuk
negara serikat (federasi). Sebagai negara yang berbentuk
republik, maka kepala negara dijabat oleh Presiden. Presiden diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasar
keturunan.


Mengenai kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2)
yang menyatakan “kedaulatan adalah di tangan rakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan
Rakyat”. Atas dasar itu, maka kedudukan Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR) adalah sebagai lembaga tertinggi negara. Kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara
yang lain berada di bawah MPR.


Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dalam
Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar”. Pasal tesebut menunjukkan bahwa sistem
pemerintahan menganut sistem presidensial. Dalam sistem
ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang
bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).


Perlu kalian ketahui, lembaga tertinggi dan lembagalembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah :


a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)


2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak
luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan
menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecahbelah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negaranegara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara
Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa
Timur di dalam negara RepubIik Indonesia.


Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau
pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer
II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan
menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den
Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949.
Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan
Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia.


KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan
pokok yaitu:


1. didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;


2. penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia
Serikat; dan


3. didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.


Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian
UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik
Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh
delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar.


Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan
tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan
suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah
yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan
197 pasal, serta sebuah lampiran.


Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1
ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia
Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum
yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah
menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki
kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya.
Negara-negara bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura,
Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri,
yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan
Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara,
dan Kalimantan Timur.


Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945
tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik
Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan
Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta.


Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa
berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer.
Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2
Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden
tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat
dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden adalah kepala negara, tetapi
bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian, siapakah
yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas
pemerintahan? Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa
”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya
maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”.
Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menterimenteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat
oleh Perdana Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah
bertanggung jawab? Dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen
(DPR).


Perlu kalian ketahui bahwa lembaga-lembaga negara
menurut Konstitusi RIS adalah :


a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan
3. Periode Berlakunya UUDS 1950
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negaranegara bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia,
Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur
dan Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia
untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat
menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD negara
kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik
dari Konstitusi RIS.


Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang Undang-
Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak
tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal
tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950,
dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas


Mukadimah dan Batang Tubuh, yang meliputi 6 bab dan
146 pasal.


Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu
negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.


Sistem pemerintahan yang dianut pada masa
berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS
1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada
ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik
bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing
untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan
adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.


Perlu kalian keahui bahwa lembaga-lembaga negara
menurut UUDS 1950 adalah :


a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Mahkamah Agung
e. Dewan Pengawas Keuangan


Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan
pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga
Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekaslekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan
menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih
melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung.
Sekalipun konstituante telah bekerja kurang lebih
selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih be
lum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab
ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan




pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.


Pada pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno
menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali
ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota
Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda.
Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga
kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir.


Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan
bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang
isinya adalah:


1. Menetapkan pembubaran Konsituante


2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak
berlakunya lagi UUDS 1950


3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.




4. UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD
1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi
dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan
periode Orde Baru (1966-1999).


Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan
politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang
dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan
pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden
dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR
terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.


Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik,
keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.
Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.


Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir.
Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada
Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966
(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya
Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde
Baru.


Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu
kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi,
prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih
terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir
sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya
kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap
kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah.


Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan
pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan
dan tidak merubah UUD 1945.


5. UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 - Sekarang
Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya
Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak
tahun 1999 dilakukan perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945.
Sampai saat ini, UUD 1945 sudah
mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000,
2001, dan 2002. Penyebutan UUD
setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945
telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil
Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan
daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi
manusia.


Pertanyaan kita sekarang, apakah UUD 1945 yang
telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya,
karena masa berlakunya belum lama dan masih masa
transisi. Setidaknya, setelah perubahan UUD 1945, ada
beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat
secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah
(Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu
lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut
negara kita.


Perlu kalian ketahui bahwa setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga
negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga
negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung
(DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :


a. Presiden
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Dewan Perwakilan Daerah
e. Badan Pemeriksa Keuangan
f. Mahkamah Agung
g. Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial


B. PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN TERHADAP
KONSTITUSI


Dalam praktik ketatanegaraan kita sejak 1945 tidak
jarang terjadi penyimpangan terhadap konstitusi (UUD).
Marilah kita bahas berbagai peyimpangan terhadap konstitusi, yang kita fokuskan pada konstitusi yang kini berlaku,
yakni UUD 1945.


1. Penyimpangan terhadap UUD 1945 masa awal kemerdekaan, antara lain:
a. Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca:
eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah
fungsi KNIP dari pembantu menjadi badan yang
diserahi kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN sebelum terbentuknya MPR, DPR,
dan DPA. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945
pasal 4 aturan peralihan yang berbunyi ”Sebelum
MPR, DPR, dan DPA terbentuk, segala kekuasaan
dilaksanakan oleh Presiden dengan bantuan sebuah
komite nasional”.


b. Keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer.
Hal ini bertentangan dengan pasal 4 ayat (1) dan
pasal 17 UUD 1945.


2. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde
Lama, antara lain:


a. Presiden telah mengeluarkan produk peraturan
dalam bentuk Penetapan Presiden, yang hal itu tidak dikenal dalam UUD 1945
.
b. MPRS, dengan Ketetapan No. I/MPRS/1960 telah
menetapkan Pidato Presiden tanggal 17 Agustus
1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi
Kita (Manifesto Politik Republik Indonesia) sebagai
GBHN yang bersifat tetap.


c. Pimpinan lembaga-lembaga negara diberi kedudukan sebagai menteri-menteri negara, yang berarti menempatkannya sejajar dengan pembantu Presiden.




d. Hak budget tidak berjalan, karena setelah tahun
1960 pemerintah tidak mengajukan RUU APBN untuk mendapat persetujuan DPR sebelum berlakunya
tahun anggaran yang bersangkutan;


e. Pada tanggal 5 Maret 1960, melalui Penetapan Presiden No.3 tahun 1960, Presiden membubarkan anggota DPR hasil pemilihan umum 1955. Kemudian
melalui Penetapan Presiden No.4 tahun 1960 tang-
gal 24 Juni 1960 dibentuklah DPR Gotong Royong
(DPR-GR);


f. MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden
seumur hidup melalui Ketetapan Nomor III/MPRS/
1963.




3. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde
Baru


a. MPR berketetapan tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadap UUD
1945 serta akan melaksanakannya secara murni
dan konsekuen (Pasal 104 Ketetapan MPR No.
I/MPR/1983 tentang Tata Tertib MPR). Hal ini
bertentangan dengan Pasal 3 UUD 1945 yang
memberikan kewenangan kepada MPR untuk
menetapkan UUD dan GBHN, serta Pasal 37 yang
memberikan kewenangan kepada MPR untuk mengubah UUD 1945.


b. MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/
1983 tentang Referendum yang mengatur tata cara
perubahan UUD yang tidak sesuai dengan pasal 37
UUD 1945
Setelah perubahan UUD 1945 yang keempat (terakhir) berjalan kurang lebih 6 tahun, pelaksanaan UUD
1945 belum banyak dipersoalkan. Lebih-lebih mengingat
agenda reformasi itu sendiri antara lain adalah perubahan (amandemen) UUD 1945. Namun demikian, terdapat
ketentuan UUD 1945 hasil perubahan (amandemen) yang
belum dapat dipenuhi oleh pemerintah, yaitu anggaran
pendidikan dalam APBN yang belum mencapai 20%. Hal
itu ada yang menganggap bertentangan dengan Pasal 31
ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN).

Selasa, 19 Oktober 2010

"Tekhnik dasar windows movie maker"

    Hello, bagi kalian yang masih bingung tentang windows movie maker, nah disini ada cara mudah tekhnik dasarnya, meliputi:
          
       -Editing video:

"Proses memilih/ menyunting gambar dari hasil shooting dengan cara memotong- motong gambar(cut-cut), kemudian digabungkan gambar- gambar tersebut menjadi 1- kesatuan video."
        
         -Memahami alur pembuatan video:

"Dibagi menjadi 3:
     -pre produksi (sebelum produksi)
     -produksi
     -post prokdusi (akhir produksi)


            -Alur pembuatanvideo adalah:
 "Dibagi menjadi 4"
-perencanaan
-pengambilan gambar
-editing video
-pengemasan
            
           -Mengenal jenis-jenis software video editing
"software video editing saat ini, misalnya: adobe premier, pinnacle studio, ulead video studio, adobe after effect, windows movie maker, avid xpress, final cut pro,/ sony vegas
    
           -windows movie maker
"software  video editing bawaan original dari windows. namun tidak semua seri windows seri xp service pack dan setelahnya saja yang memiliki windows movie maker(wmm) didalamnya.

           -